Sabtu, 03 Oktober 2015

penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif

Pengertian Dan Cirri-Ciri Dari Penelitian Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
a) Kualitatif
Penelitian kualitatif di sebut juga dengan naturalistic inquiry atau inkuiri ilmiah. Penelitian kualitatif artinya prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Cirri-ciri penelitian kualitatif yaitu latar ilmiah (natural setting) manusia sebagai alat (insturmen) nalisis data secara induktif. Teori dasar (grounded theory) deskriftif. Desain yang berifat sementara dan hasil penelitian di rundingkan di sepakati bersama.
b) Kuantitatif
Dalam penelitin kuantitatif di gunakan istilah sciensific paradigm (paradigma ilmiah). Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang melibatkan pengukuran tingkatan suatu cirri tertentu. Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan presentase, rata-rataci kuadrat, dan perhitungan statistic lainnya. Dengan kata lain cirri penelitian kuantitatif adalah penelitian yang harus melibatkan diri pada perhitungan atau angka-angka. 1
Perbedaan Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
Untuk bisa menggali data dengan baik di perlukan strategi penelitian tertentu menurut model penelitiannya dari strategi inilah desain penelitian di susun dan untuk mengenali sebuah data yang kita butuhkan kecermatan dalam kerangka penelitian maka di antara cara yang di butuhkan adalah mencari klasifikasi, perbedaan atau cirri-ciri tertentu dalam data tersebut.2
Di dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif terdapat perbedan yang bersifat mendasar. Meskipun beberapa hal juga memiliki persamaan. Berikut ini perbandingan singkat dan secara garis besar perbedaan dan persamaan keduanya .
No
Penelitian Kuantitatif
Penelitian Kualitatif
1
Kejelasan unsure : tujuan pendekatan subjek sumber data sudah mantap dan rinci sejak awal
Kejelasan unsure : ubyek sample sumber data tidak mantap dan rinci masih fleksibel, dan perkembangnya sambil jalan (emergent)
2
Langkah penelitian : segala sesuatu di rencanakan sampai matang ketika persiapan di susun
Langkah penelitian : baru di ketahui dengan mantap dan jelas setelah penelitian selesai
3
Dapat menggunakan sample dan hasil penelitiannya di berlakukan untuk populasi
Tidak dapat menggunakan pendekatan populasi dan sample dengan kata lain dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi sample. Istilah yang di gunakan adalah setting. Hasil penelitiannya berlaku bagi setting yang bersangkutan.
4
Hipotesis : (jika perlu)
a) Mengajukan hipotesis yang akan di gunakan dalam penelitian.
b) Hipotesis menentukan hasil yang di ramalkan .......... a priori
Hipotesis :
a) Tidak menggunakan hipotesis sebelumnya. Tetapi dapat lahir selama peneletian berlangsung ............... tutatif hasil penelitian terbuka.
5
Desain : dalam desain jelas langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharpkan.
Desain : desain penelitianya adalah flexsibel dengan langkah-langkah dan hasil yang dapat di pastikan sebelumnya.
6
Pengumpulan data : kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk di wakilkan.
Pengumpulan data : kegiatan pengumpulan data selalu harus dilakukan sendiri oleh peneliti.
7
Analisis data : dilakukan sesudah data terkumpul.
Analis data : dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.
Data tersebut sekedar pengantar dan gambaran tentang dua jenis penelitian tersebut. 3
Langkah-langkah penelitian
Setelah di ketahui perbedaan masing-masing peneletian selanjunya mencari strategi penelitian sebagai landasan penyusunan peneletian. Terdapat beberapa macam setrategi dan secara global di bagi menjadi dua macam, yakni paradigma ilmiah dan paradigma alamiah.
a) Paradigma ilmiah
· Deskriftif desain deskriftif
· Kausal desain kausal
· Komparatif desain komparatif
b) Paradigma alamiah
· Historical method desain histories
· Biographical method desain biography
· Fenomenologi desai fenomologi dst.
Kemudian menyusun kerangka rancangan penelitian, berikut untuk masing-masing kerangkah rancangan langkah-lankha penelitian :
1) Memilih masalah
2) Studi pendahuluan
3) Merumuskan masalah
4) Merumuskan anggapan dasar
5) Merumuskan hipotesis
6) Memilih pendekatan
7) Menentukan variable dan sumber tertentu
8) Mengunpulkan data
9) Analisis data
10) Menarik kesimpulan
11) Menulis laporan
Secara umum format atau sistematika hasil penelitian berbeda-beda tergantung kebutuhan dan sistematika yang dibuat.
Selanjutnya di bawah ini, contoh secara umum tentang rancangan penelitian kualitatif dan kuantitatif.
· Kerangka penelitian Kuantitatif
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pendahuluan
D. Hipotesis Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Kesesuaian Paradigma Teori Subsatif
G. Kajian Pustaka (Hasil Penelitian Terdahulu)
H. Definisi Konsep / Istilah Operasional
I. ................... dst.
II. KAJIAN TEORI
A. ..............
B. ...............
C. .............
D. ............... dst
C. Sewaktu ada dilapangan
D. Sedudah kegiatan lapangan
E. Mengakhiri dan menutup kegiatan
III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Populasi Dan Sampel
C. Instrumen Pengumpulan Data
D. Prosedur Pengumpulan Data
E. Pelaksanaan Pengumpulan Data
F. Analisis Data
G. Lokasi Penelitian
H. ......................dst
· Kerangka Penelitian Kualitatif
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Alasan Penelitian Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Pembatasan Studi atau Fokus Penelitian
E. Kegunaan Hasil Penelitian
II. KAJIAN TEORI
A. Kepustakaan yang berkaitan
B. Kesesuaian dengan paradigma dan teori subtatif
C. Kajian terdahulu
D. Perspektif teori yang digunakan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi latar, sumber data, sarana kajian dan entri
B. Tahap-tahap penelitian
C. Teknik penelitian
D. Pengumpulan data dan pencatatan data
E. Teknik analisis danpenafsiran data
IV. LOGISTIK PENELITIAN
A. Secara Keseluruhan
B. Sebelum terjun ke lapangan
C. Sewaktu berada di lapangan
D. Sesudah kegiatan lapangan
E. Mengakhiri dan mengaplikasikan
V. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
A. Perpanjangan Keikut Sertaan
B. Ketentuan Pengamatan
C. Triagulasi
D. Pemeriksaan Sejawat
E. Kecukupan Infenensial
F. Pergerakan Anggota
G. Uraian Tebal
H. Auditing
Meskipun demikian tidak semua poin di atas dipakai secara keseluruhan tergantung kebutuhan masing-masing.

Ari Kamto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Adi Maha Satya.
Kasriman, Moh. 2008. Metodologi Penelitian. Malang : Malang Press.
Yahya, Islachuddin. 2007. Tehnik Penlisan Karangan Ilmiah. Surabaya : Surya Jaya Raya.

PENELITIAN ILMIAH

 1.   Penelitian Ilmiah

Penelitian ilmiah adalah suatu kegiatan yang sistematik dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah dalam usaha untuk mencapai suatu pengertian mengenai prinsip-prinsipnya yang mendasar dan berlaku umum (teori) mengenai masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan, berpedoman pada berbagai informasi (yang terwujud sebagai teori-teori) yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, dan tujuannya adalah untuk menambah atau menyempurnakan teori yang telah ada mengenai masalah yang menjadi sasaran kajian.

Berbeda dengan penelitian tidak ilmiah, penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan; eksperimen, generalisasi, dan verifikasi juga dilakukan dalam kegiatan-kegiatan penelitian oleh para ahli dalam bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan budaya untuk memperoleh hasil-hasil penelitian tertentu sesuai dengan tujuan penelitiannya.

Metode ilmiah berlandaskan pada pemikiran bahwa pengetahuan itu terwujud melalui apa yang dialami oleh pancaindera, khususnya melalui pengamatan dan pendengaran. Sehingga jika suatu pernyataan mengenai gejala-gejala itu harus diterima sebagai kebenaran, maka gejala-gejala itu harus dapat di verifikasi secara empirik. Jadi, setiap hukum atau rumus atau teori ilmiah haruslah dibuat berdasarkan atas adanya bukti-bukti empirik.

Penelitian ilmiah menggunakan kaidah-kaidah ilmiah dengan mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dan menggunakan pembuktian ilmiah/meyakinkan. Ada dua kriteria dalam menentukan kadar/tinggi-rendahnya mutu ilmiah suatu penelitian yaitu:

Kemampuan memberikan pengertian yang jelas tentang masalah yang diteliti:
Kemampuan untuk meramalkan: sampai dimana kesimpulan yang sama dapat dicapai apabila data yang sama ditemukan di tempat/waktu lain;
2.   Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah:

Purposiveness, fokus tujuan yang jelas;
Rigor, teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik;
Testibility, prosedur pengujian hipotesis jelas
Replicability, Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;
Objectivity, Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;
Generalizability, Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;
Precision, Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;
Parsimony, Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya.
 (Uma Sekaran, 1992)

3.   Karakteristik utama penelitian ilmiah:

Tujuan Penelitian: jelas, pasti dan terarah
KeseriusanPenelitian: ketelitian, kehati-hatian, kepastian
Dapat Diuji: hipotesis yang dapat diuji dg metode statistik tertentu
Dapat direplikasi: temuan penelitian akan sama kalau diulang pada kondisi yang sama
Presisi dan keyakinan: presisi mencerminkan derajat kepastian dari temuan p[enelitian terhadap kejadian yg dipelajari.  Keyakinan menunjukkan kemungkinan dari kebenaran estimasi yang dilakukan.
Obyektivitas: kesimpulan penelitian harus didasarkan pada  data yang aktual
Berlaku Umum: dapat-tidaknya hasil penelitian diterapkan pada berbagai keadaan.
Efisien: kerangka penelitian  yang melibatkan sedikit variabel yg dapat menjelaskan suatu kejadian
(Uma Sekaran, 1992)



JENIS PENELITIAN

 Penelitian dapat digolongkan/dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, antara lain berdasarkan: (1) Tujuan; (2) Pendekatan; (3) Tempat; (4) Pemakaian atau hasil / alasan yang diperoleh; (5) Bidang ilmu yang diteliti; (6) Taraf Penelitian; (7) Teknik yang digunakan; (8) Keilmiahan; (9) Spesialisasi bidang (ilmu) garapan. Berikut ini masing-masing pembagiannya.

Berdasarkan hasil/alasan yang diperoleh:
Basic Research (Penelitian Dasar), Mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan;
Applied Reseach (Penelitian Terapan), Mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien.
 Berdasarkan Bidang yang diteliti:
 Berdasarkan Tempat Penelitian :
 Berdasarkan Teknik yang digunakan :
Penelitian Sosial, secara khusus meneliti bidang sosial: ekonomi, pendidikan, hukum, dsb.
Penelitian Eksakta, secara khusus meneliti bidang eksakta: Kimia, Fisika, Teknik, dsb.
Field Research (Penelitian Lapangan), langsung di lapangan;
Library Research (Penelitian Kepustakaan), dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) dari penelitian sebelumnya;
Laboratory Research (Penelitian Laboratorium), dilaksanakan pada tempat tertentu / lab, biasanya bersifat eksperimen atau percobaan;
Survey Research (Penelitian Survei), tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.  Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. (Singarimbun, 1998)
Experimen Research (Penelitian Percobaan), dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti
5.      Berdasarkan keilmiahan
Penelitian Ilmiah
Menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian ilmiah/meyakinkan.

Penelitian non ilmiah (Tidak menggunakan metode atau kaidah-kaidah ilmiah)
6.    Berdasarkan Spesialisasi Bidang (ilmu) garapannya :
Bisnis (Akunting, Keuangan, Manajemen, Pemasaran), Komunikasi (Massa, Bisnis, Kehumasan/PR, Periklanan), Hukum (Perdata, Pidana, Tatanegara, Internasional), Pertanian (agribisnis, Agronomi, Budi Daya Tanaman, Hama Tanaman), Teknik, Ekonomi (Mikro, Makro, Pembangunan), dll.
SUMBER
Adlani, M. 2009. Substansi Filsafat Ilmu. Jakarta
S. Suriasumantri, Jujun. 1990. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Singarimbun, Masri. 1998. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S.
Sekaran, Uma. 1992. Metode Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba
Wahidin, Dadan. 2009. Filsafat dan Ilmu. Jakarta


Klausa

1.      Pengertian klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kiridalaksana, 1993:110).
1.1  Klausa menurut pendapat sendiri
Klausa adalah kumpulan kata yang memiliki tataran satu tingkat diatas frase dan satu tingkan dibawah kalimat, biasanya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi menjadi kalimat.
2.      Cirri-ciri klausa
(1)   dalam klausa terdapat satu predikat, tidak lebih dan tidak kurang.
(2)   klausa dapat menjadi kalimat jika kepadanya dikenai intonasi final.
(3)   dalam kalimat plural, klausa merupakan bagian dari kalimat.
(4)   klausa dapat diperluas dengan menambahkan atribut fungsi-fungsi yang belum terdapat dalam klausa tersebut; selain dengan penambahan konstituen atribut pada salah satu atau setiap fungsi sintaktis yang ada.
3.      Jenis-jenis klausa
A.    Klausa Lengkap dan Klausa Tak Lengkap
Berdasarkan kelengkapan unsur internalnya, klausa dibedakan menjadi dua yaitu, klausa lengkap dan klausa tak lengkap. Klausa lengkap ialah klausa yang memiliki unsur internal lengkap, yaitu S dan P. Klausa lengkap ini berdasarkan struktur internalnya, dibedakan lagi menjadi dua yaitu klausa susun biasa dan klausa lengkap susun balik.
Klausa lengkap susun biasa ialah klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P. adapun klausa lengkap susun balik atau klausa lengkap inversi ialah klausa lengkap yang S-nya berada di belakang P, misalnya :
(2)   Tulisan Hendi sangat berbobot.
Klausa (2) disebut klausa lengkap susun biasa karena S-nya yaitu tulisan Hendi berada di depan P, sangat berbobot.
Klausa tak lenngkap atau dalam istilah Verhaar (1999:279) klausa buntung merupakan klausa yang unsure internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak terdapat unsur S dan hanya terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak disertai unsur P, Pel, dan Ket. Misalnya :
(3)   terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu
Klausa (3) bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di sebelah kirinya ditambah S, misalnya ditambah frasa istri saya sehingga menjadi (3) Istri saya terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu.
B.       Klausa Negatif dan Klausa Positif
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif pada P, klausa dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu klausa negatif dan klausa positif. Klausa negatif ialah klausa yang di dalamnya terdapat kata negative, yang menegasikan P.menurut Ramlan (1987: 137), yang termasuk kata negatif, yang menegasikan P ialah tidak, tak, tiada, bukan, dan belum. Berikut ini adalah contoh klausa negative :
(4)   Deni tidak mengurus kenaikan pangkatnya.
Klausa (4) merupakan klausa negatif karena terdapat kata tidak yang menegasikan mengurus.
C.     Klausa Verbal dan Klausa Nonverbal
Berdasarkan kategori primer kata atau frasa yang menduduki fungsi P pada konstruksinya, klausa dibedakan atas klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V. dilihat dari golongan verbanya klausa verbal dibagi lagi menjadi klausa verbal intransitif dan klausa verbal transitif. Klausa verbal transitif ialah klausa yang mengandung verba transitif, dan klausa verbal intransitif ialah klausa yang mengandung verba intransitif.
Contoh klausa verbal intransitif ialah sebagai berikut :
(5)   Taufik Hidayat tampil tidak maksimal di Jepang.
(6)   Pengidap AIDS bertambah.
Klausa verbal transitif, dilihat dari wujud ketransitifan P-nya dapat dibedakan menjadi (1) klausa aktif, (2) klausa pasif, (3) klausa reflektif, dan (4) klausa resiprokal (Ramlan, 1987: 145-149). Klausa aktif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif aktif. Klausa pasif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif pasif. Klausa reflektif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif reflektif, yaitu verba yang menyatakan “perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri.  Pada umumnya verba itu berprefiks meng- yang diikuti kata diri. Adapun klausa resiprokal adalah klausa yang P-nya berupa verba transitif resiprokal, yaitu verba yang menyatakan kesalingan.
Klausa nonverbal ialah klausa yang berpredikat selain verba. Klausa nonverbal masih bisa dibedakan lagi menjadi (1) klausa nominal, (2) klausa adjektival, (3) klausa preposisional, (4) klausa numeral, dan (5) klausa adverbial. Contoh:
(7)   Yang kita bela kebenaran
(8)   Budi pekertinya mulia
(9)   Aku bagai nelayan yang kehilangan arah
(10)   Yang dikorupsi 300 juta rupiah
(11)   Kedatangannya kemarin sore

D.    Klausa Mandiri dan Klausa Tergabung
Klausa mandiri merupakan klausa yang kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya :
Merokok dapat menyebabkan kanker

Klausa Mandiri
Klausa mandiri atau klausa bebas merupakan klausa yan kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya:
-     Merokok dapat menyebabkan kanker
-     Nirina sedang belajar



Klausa Tergabung
Klausa tergabung atau klausa terikat adalah klausa yang kehadirannya untuk menjadi sebuah kalimat plural tergabung dengan klausa lainnya. Dalam kalimat plural, klausa tergabung dapat berupa klausa koordinatif, atau klausa subordinatif. Contoh:

(1) Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.

Analisis Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun

Analisis Novel
Anak Perawan Disarang Penyamun
Disusun guna memenuhi tugas Apresiasi Prosa
Dosen Pengampu : Wati Istanti, S.Pd., M.Pd.


OLEH :
Nurul Aziz (2101412133)




JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

Sinopsis
ANAK PERAWAN DISARANG PENYAMUN
(S. Takdir Alisjahbana)
Pada suatu hari kawanan penyamun menyerang sebuah dusun yang sangat ternama kekayaannya, dusun itu terletak jauh disebelah selatan tanah Pasemahan.para warga melarikan diri agar tidak dibunuhnya, rumah-rumah dibakarnya. Namun ada seorang anak yang tertinggal dan ia sangatlah ketakutan akhirnya anak itu ditangkap dan dibawa oleh kawanan penyamun itu karena mereka tau ia memiliki potensi sebagai penyamun. Dan akhirnya karena ia berada di lingkungan para penyamun ia pun menjadi penyamun juga. Harta yang mereka peroleh dari hasil menyamun sangtlah banyak, namun ketika hendak membagi perbendaharaan itu trjadilah perselisihan yang amat hebat dari perdelisihan itu menglah pihak si Anak yang dulu di bawa oleh penyamun dan penyamun yang membawanya telah dianggap menjadi ayahnya sendiri. Ketika itu ia dan ayah angkaynya mengembara ke Palembang, lama kelamaan harta mereka pun habis, ketika itu seakan hadir kembali jiwa penyamun dalam diri mereka, akhirnya mreka berdua meninggalkan Palembang dan pulang kembali ke Hutan. Karena tidk ada yang bisa mereka kerjakan, Akhirnya mereka mencari ilmu gaii. Di Dusun Endikat mereka bertemu dengan seorang yang terkenal sihirnya dan mereka berdua diberi nasihat untuk pergi bertarak atau bertapa ke gunung Dempo.disana mereka berdua berpisah kerna harus mencari tempat untuk bertarak sendiri. Pada saart ia bertarak ia diganggu oleh jin dan setan namun diakhir masanya bertarak ia bertemu sorang peri yang memberinya banyak kesaktian, namun ayah angkatnya tak mendapat hasil apapun dari bertarak. Dari gunung itu mereka pergi ke negri Bandar disanalah mereka bertemu dengan temanya berlima dan ternyata temanya pun telah habis uangnya dan mereka berniat menyamun kembali. Si anak yang dulu dibawa oleh penyamun adalah Medasing yang kini menjadi kepala pimpinan penyamun karena kesaktianya dan juga karena ayah angkat dan seorang temanya mati saat perjuangan di kaki pegunungan.
Pada suatu ketika mereka mendengar akan ada Seorang saudagar kaya raya yang bernama Haji Sahak hendak pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam menuju Palembang, Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut bersamanya. Mereka pun berniat menyamun saudagar kaya tersebut. Di tengah perjalanannya, rombongan Haji Sahak dicegat segerombolan penyamun yang dipimpin oleh Medasing. Akhirnya mereka menyamun harta Haji sahak. Haji Sahak, istrinya, Nyi Hajjah Andun, serta rombongan Haji Sahak lainnya dibunuh  oleh Mereka. Namun Sayu anak perawan Haji Sahak, tidak dibunuh. Dia dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing. Pada suatu hari Samad anak buah Medasing yang bertugas sebagai pengintai orang-orang yang akan disamun datang ke sarang penyamun dan meminta bagian hasil perampokan pada Medasing. Disana ia melihat  Sayu yang sangat cantik dan ia pun jatuh hati pada Sayu.  Ia  berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun tersebut. Ia  pun memberitahukan niatnya pada Sayu dan ia berjanji akan mengantarkan Sayu kepada orang tuanya. Sayu pun percaya pada Samad. Ia  memutuskan untuk lari bersamanya. Namun  sebelum niatnya terlaksana, ia mengetahui bahwa Samad punya niat buruk padanya. Ia mulai ragu dan tidak percaya pada Samad. Hingga Samad memiliki ide jahat terhadap penyamun-penyamun itu agar dapat membawa lari Sayu. Samad member informasi terhadap penyamun bahwa akan ada gerobak yang membawa makanan dan harta dari Lahat dan menuju ke Pagar Alam yang dapat disamun, Samad berniat mencelkakan mereka karena mereka di kawal oleh serdadu yang bersenjatakan lengkap dengan tujuan agar mereka gagal dan tewas dihajar oleh para serdadu tersebut. Akhirnya mereka mulai beraksi Medasing keastas bersama Tusin dan Sanip dengan Samad kebawah. Pada saaat itu sukseslah niat Samad mereka gagal dan salah satu dari mereka yaitu Tusin meninggal. Namun karena Sayu telah mengetahui bahwa Samad punya niat jahat Sayu pun menolak ajakan Samad.
Suatu ketika karena mereka sudah tidak punya apa-apa lagi Medasing dan Sanip pergi berburu kijang dihutan. Namun naas pada saat itu Sanip yang membawa tombak terjatuh hingga tombaknya menembus badanya hingga menyebabkan nyawanya melayang. Medasing pun juga ikut terluka namun tidak terlalu parah hanya tanganya yang patah saja. Namun lama kelamaan lukanya menjadi parah sehingga membuat Sayu bingung karena persediaan makanan menipis. Hal itu membuat mereka berdua menjadi akrab karena Sayu memberabikan dirinya untuk merawat orang yang sangat ia takuti. Medasing pun menceritakan tentang hidupnya kepada Sayu bahwa sebenarnya Ia adalah anak dari keluarga baik-baik. Karena persediaan makanan telah menipis maka ia mencoba mengajak Medasing untuk keluar dari persembunyiannya. dan akhirnya mereka keluar dari hutan menuju Pagar Alam. Sesampainya di Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun. Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Ia hanya terluka parah dan berhasil sembuh. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Ia begitu menyesal. Ia sangat malu dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Ia menjadi seorang kaya yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yaitu Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di kampung.







Analisis Novel
ANAK PERAWAN DISARANG PENYAMUN
(S. Takdir Alisjahbana)
1. Unsur Instrinsik
A.    Fakta Cerita :
·         Alur
Novel Anak Perawan Disarang Penyamun menggunakan alur maju. Karena dalam novel ini mengisahkan tenteng perjalanan hidup seorang anak yang dibawa oleh kawanan penyamun hingga ia dewasa dan ia menjadi pemimpin kawanan penyamun dan hingga ia tobat serta menjadi seorang hartawan dan sangat penyayang terhadap sesama.
Bukti :
            Dengan segera ia ditangkap oleh salah seorang dari pada penyamun itu dan melihat matanya yang kemerah-merahan penuh kebuasan dan badanya yang sigap, kukuh dan kuat ia pun diamlah, tak berani membuka mulut karena takutnya tak terkata-kata. (APDP:4)
            Sejak ayah angkat dan seorang teman yana lain mati, da dalam perjuangan di kaki pegunungan, medasing menjadi kepala perampok berlima itu dan menilik pada ilmu yang diperolehnya, seperti yang diceritakannya kepada teman-temannya,  dan kekukuhan badanya, telah patutlah ia menjadi kepala jabal-jabalan itu. (APDP:8)
            Pada pertukaran malam manjadi siang, gelap gulita didesak oleh terang-cuaca itu, bangkit di dalam hatinya keinsafan akan kewajiban yang terserah kepadanya. (APDP:113)

·         Tokoh/penokohan
1.      Medasing
Dalam novel ini, Medasing digambarkan sebagai seorang kepala pimpinan penyamun yang gagah perkasa, kejam dan ganas serta pikiranya tajam, pandai berjuang dan berani.
Bukti :
Pekerjaan penyamun yang mula-mula amat ngeri pada matanya, kesudahanya menjadi biasa dan matilah perlahan-lahan hasrat di dalam hatinya untuk meninggalkan penghidupan yang tiada halal itu. Lambat laun ia pun menjadi kejam dan ganass, seperti sekalian penunggu hutan yang dahsyat-dahsyat itu.
      Ketika itu ia makin lama makin dihormati kawan-kawanya, karena badanya teguh, pikiranya tajam dan ia pandai berjuang dan berani, seakan-akan badan dan nyawanya tiada berharga sedikit juapun baginya. (APDP:5)

2.      Sohan, Amat, Sanip, dan Tusin.
Dalam novel ini, Sohan, Amat, Sanip, dan Tusin adalah tokoh pembantu yang menjadi bawahan dari Medasing. Mereka sangat patuh kepada Medasing dan tak berani menentang medasing sedikitpun.
Bukti :
      Lelaki yang memegang tombak itu muda dan sigap, turun tiada membantah sedikit juapun, dan sebenarnyalah dalam pergaulan penyamun-penyamun itu tak pernah timbul perbatahan. Apa yang dikatakan oleh kepalanya, diturut seperti sesuatu yang harus, yang tiada mungkin dielakkan.  (APDP:3)

3.      Sayu
Dalam novel ini, Sayu adalah seorang gadis yang berbudi luhur, sabar, sopan, taat agama, dan baik hati.
Bukti:
      Tetapi akhirnya insaflah ia, bahwa ia harus berusaha selekas-lekasnya menolong laki-laki itu. Sebagai kilat turunlah ia kebawah. Dalam sekejap ia telah berdiri disamping laki-laki yang terlentang itu, tak tahu apa yang akan dikerjakannya . tetapi seakan-akan saat itu masuk kehatinya suatu ilham, dengan cepat dicobanya mengangkat badan yang tiada bergerak-gerak dan licin oleh keringat itu. Tetapi bagaimana sekalipun ia berusaha, perbuatanya itu tak berhasil, sebab tenaganya tak cukup mengangkat badan yang jauh lebih besar dan berat dari badannya sendiri. (APDP:95)

4.      Samad
Dalam novel ini, Samad digabarkan sebagai sosk laki-laki yang hatinya busuk, pengkhianat, dan pembohong.
Bukti :
 Samad berniat mencelakakan para penyamun dengan memberitakan mangsa yang akan dirampok namun mangsanya dikawal oleh para serdadu yang bersenjatakan lengkap.
Pada suaatu hari ia pergi kepulau lahat. Disana didengarnya berita, bahwa dua hari lagi akan bertolak beberapa buah gerobak ke pagar Alam membawa makanan, alat sejata dan keperluan yang lain. Gerobak itu akan diiringkan oleh sepasukan serdadu, sebab sekalian yang dibawanya ialah untuk keperluan militer di daerah pasemahan.
Mendengar kabar itu terpikir sekali kepadanya sebuah akal yang pasti segera akan menyampaikan cita-cita yang telah lama diidamkanya itu. Setelah ditimbang masak-masak pergilah ia keesokan harinya kerimba tempat pondok itu. (APDP:74)

5.      Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun
Dalam novel ini, Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun digambarkan sebagai sosok suami istri yang kaya sebelum dirampok oleh para penyamun, namun setelah dirampok Nyi hajjah Andun menjadi sosok yang putus asa.
Bukti :           
      Pada saat itu Haji sahak hendak pergi menjual berpuluh-puluh kerbau. Dia datemani oleh anak dan isterinya, namun naas ditengah jalan mereka dirampok oleh kawanan penyamun dan Haji Sahakpun dibunuhnya.
     
Ketika mereka disamun orang di lembah Lematang. Hilang sekalian uan bahkan barang berharga yang merekayang mereka bawa dari rumah dan dibeli di Palembang pun jatuh ketangan kawan penyamun itu. (APDP : 50)
“kemanakah aku akan pergi? Kakak katakanlah kepadaku! Apakah gunanya aku hidup lagi?” (APDP : 56)

6.      Bedul dan istrinya
Dalam novel ini, Bedul dan istrinya digambarkan sebagai sepasang suami isteri yang hidup miskin dan bergantung pada keluarga Haji Sahak namun mereka memiliki hati yang  mulia.
Bukti :
            Isteri Bedul diam pula sejurus. Hampir ia menjawab mengajak iparnya itu tinggal bersama-sama dengan dia, tetapi segera timbul pikirnya yang mengatakan, bahwa tak patut ia mengucap yang demikian. Masaknya Nyi Haji Andun yang terhitung orang berada itu akan mungkin hidup pada mereka. Bukankah mereka suami isteri senanyiasa bergantung kepadanya, hidup atas kasihanya dengan suaminya? Mungkinkah ia sekatang akan bergantung pada mereka? (APDP : 57)

7.      Sima
Dalam novel ini Sima digambarkan sebagai seorang gadis yitu anak angkat dari Haji Sahak dan ia memiliki jiwa yang pengasih dan penyayang terbukti karena ia lah yang senantiasa merawat Nyi Hajjah Andun
Bukti :
      Dari dalam datang Sima, seorang perawan kecil, anak angkatnya,mengjak ia makan sebab sajian telah selesai. (APDP : 50)
      Telah beberapa lama ia tidak berdaya lagi turun kebawah, sehari-hari ia tidur terlentang di tempat tidur dan jika sekali-kali hendak duduk haruslah ia dibantu oleh Sima. (APDP : 107)
       Sima anak gadis yang penuh kasih-sayang kepada perempuan, tempat ia berhutang budi itu, tergesa-gesa turun kebawah, seolah-olah sesungguhnya kakak angkatnya itu pulang kembali. (APDP : 108)

·         Latar
1.      Latar tempat
Latar yang menunjang dalam novel ini kebanyakan latar fisik. Latar awal sebelum Medasing dibawa oleh salah seorang penyamun ke hutan temoat para penyamun itu adalah sebuah Dusun kecil jauh disebelah selatan tanah Pasemahan.
Bukti :
Ia berasal dari sebuah dusun yang kecil, jauh sebelah selatan tanah Pasemahan. Dahulu dusun itu ternama kekayaanya dan suatu ketika ia diserang oleh sekawan penyamun gagah perkasa. (APDP : 3)
Selain itu juga ada latar Dusun Pagar Alam, lembah Sungai Lematang, Dusun Endikat, Palembang, Gunung Dempo, dan Negeri Bandar.
Bukti :
Tiap-tiap malam kalau setiap rumah telah tertutup dan dusun Pagar Alam yang kecil itu telah sunyi senyap, barulah ia masuk kedalam untuk merebahkan diri. (APDP : 49)
Tangan Tusin yang patah dilempar anak pada pertempuran di lembah Sungai Lematang lebih dari dua bulan yang lalu telah sembuh dan sekarang ia telah dapat hidup seperti biasa bersama-sama dengan teman lainnya. (APDP : 58)
Maka bermaksudlah mereka pergi menuntut ilmu yang gaib-gaib. Di Dusun Endikat mereka bersua dengan seorang tua yang termashur karena sihirnya. Di sana mereka belajar beberapa bulan dan ketika masaklah perguruan mereka, maka orang tua itu memberi nasehat pergi bertarak ke gunung Dempo. (APDP : 7)
Ketika itu Medasing dengan bapak angkatnya pergi mengembara dari sebuah dusun kedusun yang lain. Sekalian dalam perjalanan mereka yang tak tentu arah itu mereka tiba di Palembang disanalah orang berdua tinggal  beberapa lamanya. (APDP : 5)
Orang berdua beranak itu pun pergi kesana. Berhari-hari mereka berjalan, kadang-kadang bermalam di dusun, kadang-kadang di hutan belantara yang sunyi senyap. Mendaki gunung Dempo, gunung hantu-iblis pun beberapa banyak memakan waktu. Hutan dan padang, tebing dan ngarai mereka lalui tetapi tidak sekecap juapun mereka berputus asa. (APDP : 7)
Dari gunung yang bertuah itumereka pergi kenegeri Bandar; dari situ mereka bertemu dengan teman-temannya yang berlima. (APDP : 7)
2.      Latar waktu
Anak Perawan di Sarang Penyamun adalah novel karya S.Takdir Alisjahbana yang di buat pada tahun 1940
Ø  Pagi
Bukti :
      Langit di sebelah timur bertambah terang. Cahaya ungu suram bertambah lama bertambah kuning rupanya dan kesudahannya timbul dibalk awan emas yang bersusun matahari, mula-mula sepotong, sebelah dan kesudahannya bulat sebagai bulan digambar-gambaran, berseri-seri laksana orang tersenyum memandang ke dunia. (APDP : 29)
Ø  Senja
Bukti :
Matahari baru terpuruk di sebelah barat dan gelap baru terentang, sehingga belumlah rapat benar; di sana-sini masih kelihatan bekas cahaya siang menyerupai kekabur-kaburan. (APDP : 76)
Ø  Tengah hari
Bukti :
Telah lewat tengah hari ketika Medasing tiba kembali di pondok. Sayu duduk di muka pintu di atas tangga, sehingga dari jauh tampak kepadanya laki-laki itu datang. (APDP : 94)
Ø  Malam
Bukti :
      Semalam-malaman itu Medasing hampir tak memicingkan matanya sekejap juapun oleh karena banyak yang mendesak pikiran hatinya. (APDP : 103)

3.      Latar suasana
Dalam novel ini latar suasananya beragam yaitu ada Suasana Gelap,  Mencekam, Sunyi, Mengharukan, Kebahagiaan, dan Kemalangan.
Bukti :
Di hutan yang lebat itu bertambah lama bertambah gelap. Sekalian bayang-bayang menjadi satu, mula-mula kekabur kaburan dan kesudahannya hitam-legam.
Dalam malam gelap gulita tampaklah sekalian pohon sebagai suatu pergumulan raksasayang maha hebat. Masing-masing menolak hendak merobohkan yang lain, mencekau ke kiri dan kekanan seperti hendak mencekik dan membunuh. (APDP : 14)
Demikianlah perkelahian antara penyamun dengan orang yang disamun, ketika sekonyong-konyong turun hujan yang lebat sebagai dicurahkan dari langit. Kilat serang-menyerang membelah gelap-hulita, sehingga beberapa kali terang-cuaca seluruh hutan, seluruh medan perjuangan di tepi jalan itu: Halilintar menderu-deru, dahsyat dan ngeri, seakan-akan hendak memusnahkan bumi, menghancur-remukkan sekalian manusia yang hidup dan tiada tahu akan harga hidupnya itu. (APDP : 21-22)
Sunyi bertambah sunyi dalam pondok tempat penyamun itu; mereka yang dahulu berlima sekarang hanya tinggal berdua lagi. (APDP : 87)
Tetapi sebelum ia menutup matanya untuk selama-lamanya ia telah mengecap kenikmatan pertemuan dengan biji matanya, yang dinantikan dan dihasratkannya dengan seluruh jiwanya, sehingga merusakkan dirinya, rohani dan jasmani. (APDP : 112)
Maka pada tengah malam yang sunyi senyap itu, laki-laki yang kuat dan besar itu meniarap mencium kedua anaknya berganti-ganti dan sebelum ia merebahkan dirinya akan memincingkan mata, ia menegadah keatas, menoda sejurus, mengucapkan syukur atas tuntutan Ilahi yang berkah dan rahim atas hidupnya. (APDP : 124)
Samad menceritakan kemelaratan dan kesengsaraannya dalam pengembaraan sejak perceraian pada malam perampokan yang sial itu.Malang datang menimpa malang, segala yang dipegangnya tak menjadi dan sekalian usahanya tiada berhasil. Jauh perjalanannya dan banyak negeri yang telah dikunjunginya,tetapi di mana-mana sial yang ditemuinya. (APSP : 125)

B.     Sarana Cerita
1.      Judul
Anak Perawan Disarang Penyamun
2.      Sudut pandang
Novel ini bersudut pandang orang ketiga diaan terbatas, yaitu terlihat jelas ketita pengarang menggambarkan sebuah rimba, menggambarkan fisik tokoh dan menggambarkan pertempuran serta perampokan yang dilakukan oleh para penyamun itu.
Bukti :
      Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air, jernih dan deras di antara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, sungai kecil itu melintas tebing dan disana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca, sambil menyerakan bunyi yang gemuruh. (APDP : 1)
      Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)
      Kelima penyamun itu turun dari pondok mereka masing-masing membawa senjata. Lembing ditangan dan parang dipinggang. Lain dari pada itu medasing membawa pestol tuanya. (APDP : 14)
      Penyamun itu mengangkat tanganya mengayun tombak dan sedikit berdesau bunyi benda yang tajam itu menuju seorang dari anak pedati. Kain berderis-deris dan berdetar bunyi senjata pembunuh yang itu beradu dengan benda yang keras…Di telinga sampai terdengar bunyi orang mengeluh, mengaduh karena tombak yang tajam itu  telah mengerjakan pekerjaanya yang ngeri. (APDP : 21)
      Sohan terlentang ditanah dekat sebuah tiang, berlumur dengan darah yang keluar dari luka di dadanya, ditikam anak pedati. (APDP : 23)   
3.      Gaya Bahasa
·         Unsur Leksikal
Dalam novel ini pengarang menggunakan diksi yang berfariasi dan sangat menarik ada yang terkesan Sadis atau kurang sopan dan ada juga yang membuatnya manjadi terkesan lebih sopan.
Ø  Pengarang menggunakan kata jahanam untuk mengungkapkan sesuatu yang mengusik ketenaganya.
“kita lihat jahanam mana bermaksud menganggu kita” (APDP : 3)
“jahanam benar,” kata medasing dengan geramnya. (APDP : 3)
“sungguh jahanam benar,” kata Shan seorang dari penyamun yang berbaring disebelah kiri. (APDP : 8)
Ø  Pengrang menggunakan kata amat untuk mengungkapkn kata sangat.
Maka amat mudahlah manusia yang buas-buas itu untuk mengambil harta dusun yang kaya itu. (APDP : 3)
Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)
Ø  Pengarang menggunakan kata sekawan untuk mengungkapkan kata segerombolan.
Dahulu dusun itu tenama kekayaanya dan pada suatu ketika diserah oleh sekawan penyamun gagah-perkasa. (APDP : 3)

·         Unsur Gramatikal
Dalam novel ini pengarang menggunakan struktur kalimat yang banyak menggunakan kata ulang didalamnya untuk lebih menekankan sesuatu yang pengarang gambarkan.
Bukti :
            Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari tebing diatas jalan. Medasing menegakan dirinya sambil mengawasi kemuka dan ia pun berdiri sambil tiada bergerak-gerak. Sebagai pohon diantara pohon-pohon yang lain. (APDP : 17)
Samad tak pernah beramah-ramahan dengan anaknya. Dalam pemandanganya pun mereka kebetulan dilahirkan oleh perempuan yang kebetulan menjadi isterinya. (APDP : 47)
Tiap-tiap hari ia melihat-lihat dan mendengar-dengar menantikan Sayu, seolah-olah ia belum dapat percaya bahwa anaknya itu sesunguhnya telah hilang. (APDP : 49)
Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)

·         Sarana Retorika
Dalam novel ini pengarang menggunakan beberapa macam majas diantaranya adalah :
Ø  Personofikasi  
Bukti :
Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air, jernih dan deras di antara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, sungai kecil itu melintas tebing dan disana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca, sambil menyerakan bunyi yang gemuruh. (APDP : 1)
     Sekonyong-konyong jatuh sepotong ranting keatas atap rumah itu. Ranting itu berguling-guling dan jatuh ketanah. (APDP : 2)

Ø  Hiperbola
Bukti :
      Tetapi pada saat itu juga tiba pukulan yang kedua, lebih tepat, lebih dalam dari yang mula, yang rupanya terlansung dalam kegopohan. Lembing yang tajam yang tak tahu iba-kasihan itu masuk di rusuk, terus mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik diikuti oleh darah yang laksana disemburkan. (APDP : 12)

Ø  Metafora
Bukti :
Dua tahun yang telah berlalu dua suami-isteri yang sangt dikasihi oleh rakyatnya itu naik haji anak beranak menyampaikan suruhan agama. Dua tahun lamanya tanah Pasemahan seakan-akan sarang ungas yang tertinggal dan dua tahun pula lamanya rakyat Pasemahan dengan hasrat menantikan pesirah mereka kembali. (APDP : 115)

C.     Tema dan Amanat
·         Tema
Novel ini bertemakan Pertaubatan atau keinsafan yaitu perubahan tingkah laku atau sikap dari buruk menjadi baik dan bersahaja.
·         Amanat
Novel ini memiliki beberapa amanat yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Diantaranya adalah :
Ø  Kita tidak boleh mengambil hak milik orang lain apa lagi dengan pemaksaan.
Ø  Kita diajarkan untuk dapat lebih menghargai orang lain.
Ø  Hendaklah bertaubat selagi masih ada kesempatan.

2. Unsur Ekstrinsik
A. Biografi
Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, puda tanggal 11 Pebruari 1908. Buku roman pertamanya adalah Tak putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempat dia bekerja. Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Selain itu, Takdir mengikuti tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra ialah Tata bahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), dan Revolusi Masyarikat "dan Kebudayaan di indonesia (1966). Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita. cita-cita Takdir digambarkannya melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Layar Terkembang merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.

B. Sosial Budaya
·         Nilai Sosial dan Budaya
Nilai Sosial dan Budaya yang terkandung dalam novel ini sangatlah banyak diantaranya adalah ketika sekawan penyamun mendatangi pondok Haji Sahak dan meraka merampok serata membunuh dan membawa Sayu anak perawan Haji Sahak yang ikut saat mereka menjual puluhan kerbaunya dan juga kerbau milik tetangganya ke Palembang.
Bukti :
            Medasing tiba diatas pondok, diiringkan oleh temanya berdua; ketika ia masuk, Haji Sahak terkejut mendengar bunyi orang orang melangkah ditangga yang berbuai-buai dan dilantai bambu yang berderak-derak. Segera ia melompat terduduk, dan pada saat itu juga tiba ditangan kirinya mata tombak yang tajam berderis menembus bajunya, menguoasi daging sampai  ketulang. Ia pun teriak karena terperanjat, tak tahu apa yang terjadi atas dirinya. Tangan kirinya yang luka itu meraba kebawah bantal mengambil keris, tetapi saat itu juga tangan yang kena tombak itu pedih, tiada dapat digerakan. Bertambah kuat ia berteriak sambil mencapaikan tangan kananya ke tempat senjata itu. Tetapi pada saat itu juga tiba pukulan yang kedua, lebih tepat, lebih dalam dari yang mula, yang rupanya terlansung dalam kegopohan. Lembing yang tajam yang tak tahu iba-kasihan itu masuk di rusuk, terus mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik diikuti oleh darah yang laksana disemburkan. Laki-laki yang telah duduk itu terguling kembali, tiada berdaya. Suaranya teriak membelah telinga, diiringi oleh seru dan pekik dua orang perempuan minta pertolongan. (APDP : 12)      

Selain itu juga ketika Isteri Bedul ingin mengajak Nyi Hajjah Andun untuk tinggal bersama-sama dengannya, namun ia mengurungkan niatnya karena merasa tak pantas bila ia mengajak  Nyi Hajjah Andun yang tergolong orang berada itu untuk tinggal bersama-sama dengannya yang serba kekurangan dan juga hidup atas belas kasihan dari keluarga Nyi Hajjah Andun dan suaminya sebelum mereka ditimpa musibah seperti sekarang ini.
Bukti :
            Isteri Bedul diam pula sejurus. Hampir ia menjawab mengajak iparnya itu tinggal bersama-sama dengan dia, tetapi segera timbul pikirnya yang mengatakan, bahwa tak patut ia mengucap yang demikian. Masaknya Nyi Haji Andun yang terhitung orang berada itu akan mungkin hidup pada mereka. Bukankah mereka suami isteri senanyiasa bergantung kepadanya, hidup atas kasihanya dengan suaminya? Mungkinkah ia sekatang akan bergantung pada mereka? (APDP : 57)

·         Nilai Religius
Nilai Religius yang terkandung dalam novel ini sangatlah banyak diantarnya adalah ketika Nyi Hajjah Andun sedang tertidur namun ia terbangun saat waktu subuh karena ia telah terbiasa bangun waktu subuh dan ia pun sembahyang dan berdoa sampai siang karena ia tidak dapat tertidur lagi namun doanya hanya dibibir saja tak meresap kedalam kalbunya.
Bukti :
            Demikianlah berulang-ulang sampai badanya menjadi letih tak dapat berfikir dan mengharap lagi; maka tertidurlah ia tiada kabarkan diri sampai waktu subuh. Oleh sebab telah terbiasa sejak dari mudanya, terbangunlah ia akan sembahyang, meki bagaimana sekalipun lesu badannya. Dan sejak sembahyang subuh itu ia tak dapat memincingkan matanya lagi sampai hari siang. Doa yang dibaca-bacanya untuk menanti pagi biasanya hanyalah dibibir, tak meresap kedalam kalbunya. (APDP : 49-50)

Selain itu juga ketika Sayu dan Medasing naik Haji
Bukti :
            Dua tahun yang telah berlalu dua suami-isteri yang sangt dikasihi oleh rakyatnya itu naik haji anak beranak menyampaikan suruhan agama. Dua tahun lamanya tanah Pasemahan seakan-akan sarang ungas yang tertinggal dan dua tahun pula lamanya rakyat Pasemahan dengan hasrat menantikan pesirah mereka kembali. (APDP : 115)

·         Nilai Moral
Nilai Moral yang terkandung dalam novel ini sangatlah baik dan menarik yaitu ketika Medasing sebagai kepala penyamun dan teman-temanya itu tak pernah sekalipun menyentuh dan mengusik Sayu yaitu perempuan satu-satunya yang ada di sekeliling mereka.
Bukti :
            Sesungguhnya ada sesuatu pada perawan itu yang menyebabkan ia terpelihara dari marabahaya. Ketika ia tertidur di pepangkal kayu dahulu telah terbukti, bahwa ada kelebihannya atas Medasing, sehingga sesaat raja penyamun itu tertegun melihatnya, tak tentu apa yang hendak diperbuatnya. Demikian juga lah dengan sanip dan tusin. (APDP : 60)

·         Nilai Kependidikan
Nilai Kependidikan yang terkandung dalam novel ini yaitu ketika Medasing dengan Sayu telah pulang dari mekah dan mereka berdua mengajarkan Agama kepada anaknya.
Bukti :
Dua tahun yang telah berlalu dua suami-isteri yang sangt dikasihi oleh rakyatnya itu naik haji anak beranak menyampaikan suruhan agama. Dua tahun lamanya tanah Pasemahan seakan-akan sarang ungas yang tertinggal dan dua tahun pula lamanya rakyat Pasemahan dengan hasrat menantikan pesirah mereka kembali. (APDP : 115)

·         Nilai Kepahlawanan
Dalam novel ini menandung nilai kepahlawanan yang cukup menarik yaitu ketika Sayu tetap merawat penyamun yang sedang sakit itu walaupun dia telah membunuh ayahnya sendiri.
Bukti :
Tetapi akhirnya insaflah ia, bahwa ia harus berusaha selekas-lekasnya menolong laki-laki itu. Sebagai kilat turunlah ia kebawah. Dalam sekejap ia telah berdiri disamping laki-laki yang terlentang itu, tak tahu apa yang akan dikerjakannya . tetapi seakan-akan saat itu masuk kehatinya suatu ilham, dengan cepat dicobanya mengangkat badan yang tiada bergerak-gerak dan licin oleh keringat itu. Tetapi bagaimana sekalipun ia berusaha, perbuatanya itu tak berhasil, sebab tenaganya tak cukup mengangkat badan yang jauh lebih besar dan berat dari badannya sendiri. (APDP:95)












APRESIASI UNSUR PRAGMATIK
1.      Unsur Moral
Novel ini bertujuan unuk mencontohkan hal yang baik yaitu tidak seperti Medasing yang semena-mena terhadap sesama dengan seenaknya sendiri ia membunuh manusia yang tak ada salah apapun kepadanya, nyawa tak ada harganya sedikitpun baginya. Namun penulis mengemas maksudnya dengan cara yang berbeda yaitu memperlihatkan hal yang buruk dan sebaiiknya tidak dilakukan dengan harapan agar pembaca mengetahui makna tersiratnya atau melakukan kebalikan dari tokoh Medasing saat sedang menjadi penyamun.
Selain itu juga novel ini mencontohkan agar kita tidak berkhianat terhadap teman sendiri, tidak mempunyai niat jahat kepada teman sendiri, dan tidak hanya mementingkan diri sendiri saja. Dalam hal itu penulis menggambarkanya dalam sosok Samad yang mempunyai sifal licik dan rela menorbankan temanya demi kepentinganya sendiri.

2.      Unsur Keagamaan
Novel ini bertujuan untuk mencontohkan nilai-nilai agama agar kita tetap berpegang teguh terhadap agama dalam kondisi yang bagaimanapun juga, yaitu dengan mencontoh sosok Nyi Hajjah Andun ketika ia sedang di landa musibah karena semua harta kekayaanya di rampok oleh Medasing namun ia selalu bersabar dan tak pernah lupa menjalankan sholat serta memohon kepada Alloh. Selain itu penulus juga mencontohkan agar kita bertaubat dan tidak mengulangi hal-hal yang negatif serta merugikan orang lain lagi seperti Medasing setelah ia menjadi penyamun kemudian ia bertaubat dan melaksanakan ibadah Haji.
3.      Unsur kependidkan
Novel ini berniat mendidik kita agar menjadi orang yang lebih baik lagi serta menjadi orang yang dapat menghargai orang lain dan menjadi orang senantiasa besyukur kepada Tuhan agar mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan hidup, karena damai itu indah.