Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka
Berbicara
tentang pertentangan adat dan kawin paksa, dominasi orang tua dalam perkawinan.
Gaya penceritaan terpengaruh oleh sastra Melayu yang mendayu-dayu, masih
menggunakan bahasa klise seperti peribahasa dan pepatah-petitih. Karya-karya
yang diterbitkan Balai Pustaka diharuskan memenuhi Nota Rinkes yang berbunyi:
didaktis, serta netral agama dan politik.
Ciri-ciri Angkatan Pujangga Baru
Menampilkan
nasionalisme Indonesia,. memasuki kehidupan modern, menampakkan kebangkitan
kaum muda. Banyak terpengaruh oleh Angkatan 1880 di Negeri Belanda, sehingga
puisi-puisinya banyak yang berbentuk soneta. Pada masa ini terjadi polemik yang
seru antartokoh-tokohnya. Sutan Takdir Alisyahbana berorientasi ke barat yang
intelektualistik, individualistuik dan materialistik, punya idealisme tinggi
akan kemajuan iptek/sains dan dunia. Sanusi Pane berorientasi ke timur (India,
Timur Tengah, Cina) yang spiritualistik, mementingkan olah ruhani.
Kemudian Armijn Pane, Amir Hamzah, Kihajar Dewantara, yang lebih menginginkan
adanya sintesis barat yang sifistikated dan timur yang sufistik.
Ciri-ciri Sastra Masa Masa Jepang dan Angkatan 45
Bicara
tentang kegetiran nasib di tengah penjajahan Jepang yang sangat menindas,
menampilkan cita-cita merdeka dan perjuangan revolusi fisik. Pada masa Jepang
untuk berkelit dari sensor penguasa, berkembang sastra simbolik. Muncul
ungkapan-ungkapan yang singkat-padat-bernas (gaya Chairil Anwar dalam puisi)
dan kesederhanaan baru dengan kalimat pendek-pendek nan lugas (gaya Idrus dalam
prosa fiksi/sketsa).
Sastra dekade 50-an
Memantulkan
kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan berbenah di awal-awal
masa kemerdekaan. Disebut juga Generasi Kisah (nama majalah sastra). Di masa
ini sastra Indonesia sedang mengalami booming cerpen. Juga marak karya-karya
teater dengan tokohnya Motenggo Boesye, Muhammad Ali Maricar, W.S. Rendra
(sekarang Rendra saja).Mulai tumbuh sarasehan-sarasehan sastra terutama di
kampus-kampus.
Sastra Angkatan ‘66
Menegakkan
keadilan dan kebenaran bnerdasarkan Pancasila dan UUD 45, menentang komunisme
dan kediktatoran, bersama Orde Baru yang dikomandani Jendral Suharto ikut
menumbangkan Orde Lama, mengikis habis LEKRA dasn PKI. Sastra Angkatan ’66
berobsesi menjadi Pancasilais sejati. Yang paling terkenal adalah “Tirani” dan
“Benteng” antologi puisi Taufiq Ismail. Hampir seluruh tokohnya adalah
pendukung utama Manifes Kebudayaan yamng sempat berseteru dengan LEKRA.
Dekade 70-an – 80-an
Penuh
semangat eksperimentasi dalam berekspresi, merekam kehidupan masyarakat yang
penuh keberagaman pemikiran dan penghayatan modernitas. Muncul para
pembaharu sastra Indonesia dengan karuya-karyanya yang unik dan segar seperti
Sutarji Calzoum Bachri dan Yudhistira Ardi Noegraha dalamm puisi, Iwan
Simatupang dan Danarto dal;am prosa fiksi, Arifin C. Noer dan Putu Wijaya dalam
teater.
Sastra Mutakhir (Dekade 90-an dan Angkatan
2000)
Memasuki
era Reformasi yang sangat anti KKN dan praktik-praktik otoriter, penuh
kebebasan ekspresi dan pemikiran, mengandung renungan religiusitas dan
nuansa-nuansa sufistik. Menampilkan euforia menyuarakan hati nurani dan akal
sehat untuk pencerahan kehidupan multidimensional. Taufiq Ismail yang pernah
terkenal sebagai tokoh sastra Angkatan ’66 ikut mengawal Reformasi dengan
bukunya antologi puisi “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” (MAJOI). Di samping
menampilkan sanjak-sanjak peduli bangsa (istilah yang diusung rubrik budaya
Republika) dan karya-karya reformasi yang anti penindasan, gandrung keadilan,
berbahasa kebenaran (sesuai Sumpah Rakyat 1998), muncul pula fenomena
kesetaraan gender yang mengarah ke woman libs sebagaimana tercermin dalam
karya-karya Ayu Utami dari Komunitas Sastra/Teater Utan Kayu, Jenar Mahesa Ayu,
Dewi Lestari. Pada era yang bersamaan berkibar bendera Forum Lingkar Pena (FLP)
dengan tokohnya HTR (Helvy Tiana Rosa) yang berobsesi mengusung Sastra
Pencerahan, Menulis Bisa Bikin Kaya (kaya ruhani, kaya pikiran,, kaya wawasan,
dan semacamnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar